‘Dan tentang orang-orang yang
berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk
kepada mereka pada jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
berbuat kebajikan.’ (S.29 Al-Ankabut:69)
Kata bahasa Arab yaitu Jihad yang
dikemukakan dalam ayat Al-Quran ini diterjemahkan sebagai ‘berjuang.’ Kata
Jihad itu memang secara relatif pendek sekali tetapi implikasinya luar biasa
dalam masyarakat Islam secara keseluruhan dan dalam kehidupan pribadi seorang
Muslim. Jihad sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh
atau dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang keras memperoleh keridhaan
Ilahi. Baik individual mau pun secara kolektif, Jihad merupakan suatu hal yang
esensial bagi kemajuan ruhani.
Kata Jihad itu sama sekali tidak
mengandung arti bahwa kita selalu dalam keadaan siap untuk berkelahi atau
melakukan perang. Hal itu sama sekali jauh dari kebenaran dan realitas. Arti
kata Islam sendiri berarti kedamaian dan semua usaha dan upaya kita sewajarnya
diarahkan kepada penciptaan kedamaian serta harmoni di antara sesama kita,
dalam komunitas dan dalam masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kamus, kata Jihad diartikan
sebagai berjuang tetapi juga sebagai ‘perang suci.’ Dalam kamus bahasa Inggris
(Oxford Reference Dictionary) malah Jihad diartikan sebagai ‘perang untuk
melindungi Islam dari ancaman eksternal atau untuk siar agama di antara kaum
kafir.’ Kata suci dan perang sebenarnya tidak sinonim satu sama lain, bahkan
saling bertentangan karena tidak ada yang suci pada dampak dan kengerian
peperangan. Sangat menyedihkan bahwa kata ‘Jihad’ ini di masa kini sudah
demikian disalah-artikan oleh bangsa-bangsa Barat, khususnya dalam media
mereka. Sepintas, kesalah-pahaman demikian bisa dimengerti karena dalam
milenium terakhir ini ada beberapa kelompok Muslim ekstrim dimana pimpinan
mereka menterjemahkan ‘Jihad’ sebagai Perang Suci. Mereka mengenakan kata Jihad
itu pada segala perang yang mereka lakukan, apakah untuk tujuan politis,
ekonomi atau pun motivasi ekspansi. Akibat dari kesalahan istilah demikian,
agama Islam secara keliru telah dituduh mendapatkan pengikutnya melalui cara
pemaksaan dan laku kekerasan.
Kata Jihad itu sendiri dalam
Al-Quran digunakan dalam dua pengertian: – Jihad fi Sabilillah – berjuang keras
di jalan Allah, – Jihad fi Allah – berjuang keras demi Allah. Arti kata yang
pertama menyangkut perang mempertahankan diri dari musuh kebenaran ketika
mereka berusaha memusnahkan agama ini, sedangkan pengertian kata yang kedua adalah
berusaha atau berjuang keras guna memenangkan keridhoan dan kedekatan kepada
Allah s.w.t.. Kata yang kedua itu lebih mengandung signifikasi keruhanian yang
lebih tinggi dibanding kata yang pertama.
Jihad ada tiga jenis:
Berjuang melawan sifat dasar yang
buruk dalam diri sendiri yaitu melawan nafsu dan kecenderungan kepada
kejahatan.
Berjuang melalui karya tulis,
bicara dan membelanjakan harta guna penyiaran kebenaran Islam serta
mengungkapkan keindahannya kepada non-Muslim.
Berjuang melawan musuh kebenaran,
termasuk di dalamnya perang membela diri.
Rasulullah s.a.w. mengistilahkan
kedua Jihad yang pertama sebagai Jihad Akbar sedangkan yang ketiga sebagai
Jihad Ashgar (Jihad yang lebih kecil). Suatu ketika saat kembali dari suatu
peperangan, beliau menyatakan:
‘Kalian telah kembali dari Jihad
yang kecil (berperang melawan musuh Islam) untuk melakukan Jihad yang lebih
besar (berperang melawan nafsu rendah). (Khatib)
Jihad Ashgar
Kami akan menjelaskan terlebih
dahulu Jihad yang kecil yaitu Jihad Ashgar sebelum mengulas Jihad Akbar.
Usia Muhammad Rasulullah s.a.w. adalah
empat puluh tahun saat datang panggilan Ilahi. Wahyu dan perintah pertama yang
diterima beliau sebagai bagian dari Al-Quran adalah:
‘Bacalah dengan nama Tuhan engkau
yang telah menciptakan; menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ! Dia
Tuhan engkau adalah Maha Mulia; yang mengajar dengan pena; mengajar manusia apa
yang tidak diketahuinya.’ (S.96 Al-Alaq:1-5)
Perintah pertama Allah s.w.t. ini
jelas sekali menyuruh beliau untuk menyebarkan ajaran Islam, baik secara lisan
mau pun tulisan dan bukan dengan kekerasan, bukan dengan pedang atau pun
tindakan agresif apa pun. Kata yang pertama saja sudah menyatakan untuk
menyampaikan pesan, memaklumatkan ke seluruh dunia akan wahyu dan ajaran Allah
s.w.t. melalui keluhuran Al-Quran.
Tak lama kemudian Rasulullah s.a.w. diperintahkan untuk
menyatakan secara terbuka dan merata segala apa yang diwahyukan kepada beliau.
Upaya beliau menyampaikan pesan Ilahi ini kepada masyarakat sekeliling beliau
di Mekah ternyata hanya membuahkan cemooh dan memancing kekerasan. Pada awalnya
hanya ada empat orang yang beriman kepadanya dan ketika hal ini didengar
penduduk Mekah, mereka lantas saja menertawakan dan mencemooh. Dengan bertambah
banyaknya ayat Al-Quran yang diwahyukan, tambah banyak pula orang-orang yang
tertarik dan mengikuti pesan baru itu, terutama para pemuda, yang lemah dan
yang tertindas dalam masyarakat Mekah. Apalagi wanita, dimana mereka tertarik
kepada agama baru ini karena agama tersebut memberikan harga diri dan
kehormatan kepada mereka di tengah bapak, suami dan putra-putra mereka, suatu
hal yang belum pernah mereka nikmati sebelumnya mengingat mereka terkadang
diperlakukan lebih buruk dari hewan.
Keberhasilan Rasulullah s.a.w.
ini berimbas buruk terhadap diri beliau dan para pengikut awal. Penduduk Mekah
melancarkan laku aniaya yang tambah lama tambah kejam dan buas dengan
berjalannya waktu. Mereka menjadi ketakutan bahwa agama baru itu akan mengakar
kuat dan agama serta budaya mereka sendiri menjadi hancur karenanya. Karena
rasa takut itulah maka penduduk Mekah yang kafir itu lalu menghunus pedang dan
berpesta menjagal para hamba Allah yang setia dan benar. Jalan-jalan di kota
Mekah menjadi merah oleh darah umat Muslim, namun mereka ini tetap saja tidak
membalas. Kerendahan hati dan sikap istiqomah mereka malah mendorong para
penganiaya tersebut untuk bertindak lebih kejam lagi dimana mereka
memperlakukan umat Muslim dengan cara aniaya dan pelecutan yang ekstrim. Banyak
orang tua yang harus menyaksikan anaknya dibantai di depan mata mereka sendiri
dan beberapa orang tua disalib di depan mata anak-anaknya.
Apa yang menjadikan orang-orang
itu beriman kepada Rasulullah s.a.w., seorang laki-laki yang pada waktu itu
tidak memiliki kekuasaan atau pun kekayaan, beliau jelas tidak ada menghunus
pedang guna memaksa pengikutnya untuk beriman kepadanya dan pesan yang
dibawanya. Satu-satunya ‘pedang’ yang digunakan
Rasulullah s.a.w. hanyalah Al-Quran, sebuah pedang ruhani, pedang
kebenaran, yang secara alamiah telah menarik hati mereka yang tidak percaya,
tanpa suatu agresi dalam bentuk apa pun. Demikian itulah keindahan, keagungan
dan daya tarik Islam serta diri Muhammad yang menyiratkan kebaikan dan kasih sehingga
mereka ini bersedia menyerahkan nyawa untuk itu. Adalah orang-orang non-Muslim,
terutama penduduk Mekah, yang telah mengangkat pedang fisik mereka untuk
menyerang umat Muslim guna memaksa mereka kembali kepada ajaran dan agama lama
mereka.
Setelah Rasulullah s.a.w. hijrah
ke Medinah, kekejaman bangsa kafir Quraish malah tambah melampaui batas. Mereka
lantas membunuhi para pengikut lemah yang masih tertinggal di Mekah, termasuk
wanita dan anak-anak yatim. Meski Rasulullah s.a.w. beserta banyak dari para
sahabat telah hijrah ke Medinah, tetap saja mereka tidak dibiarkan hidup damai.
Tetap saja mereka ini diganggu terus di tempat yang baru itu. Pada saat itu
agama Islam yang baru muncul itu ditingkar musuh di segala penjuru dan terancam
kepunahan. Berkenaan dengan keadaan seperti itulah maka perintah pertama
tentang Jihad kecil lalu diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w.:
‘Telah diperkenankan untuk
mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah
diperlakukan dengan aniaya dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.’
(S.22 Al-Hajj:39)
Para ulama sependapat bahwa ini
adalah ayat pertama yang memberi izin kepada umat Muslim untuk mengangkat
senjata guna melindungi diri mereka. Ayat ini meletakkan dasar-dasar yang
menjadi pedoman bagi umat Muslim dalam melakukan perang defensif. Jelas
dikemukakan disitu alasan yang telah mendorong segelintir umat Muslim tidak
bersenjata dan sarana lainnya untuk berperang mempertahankan diri setelah
menderita dengan sabar sekian lamanya. Mereka menderita aniaya terus menerus
selama bertahun-tahun di Mekah dan masih terus diburu kebencian meski telah
hijrah ke Medinah. Alasan utama umat Muslim mengangkat senjata adalah karena
mereka telah diperlakukan dengan aniaya. Mereka telah menderita tak terbilang
lagi aniaya musuh dan perang telah dipaksakan terhadap mereka.
Ayat Al-Quran berikutnya
menegaskan inferensi tersebut dimana dinyatakan bahwa izin untuk berperang
diberikan karena umat Muslim telah diusir dari rumah mereka:
‘Orang-orang yang telah diusir
dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami
ialah Allah.” Dan sekiranya tidak ada
tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan
hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi
serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah
akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha
Perkasa.’ (S.22 Al-Hajj:40)
Secara spesifik Al-Quran
menegaskan bahwa bentuk Jihad ini adalah berperang melawan mereka yang telah
menyerang Islam terlebih dahulu, dimana ayat-ayat Al-Quran lainnya juga
menguatkan hal ini. Umat Muslim hanya boleh mengangkat senjata untuk membela
diri terhadap mereka yang telah terlebih dahulu menyerang dan hanya jika umat
Muslim memang tertindas dan teraniaya. Hal inilah yang menjadi sukma dan esensi
daripada Jihad Islamiah yang sekarang ini banyak disalah-artikan. Jelas tidak
benar sama sekali jika dikatakan bahwa Rasulullah s.a.w. hanya memberikan pilihan
kepada umat untuk bai’at atau mati, Islam atau pedang.
Jihad dengan pedang yang terpaksa
dilakukan Rasulullah s.a.w. serta umat Muslim awal karena tekanan keadaan yang
khusus, adalah suatu phasa yang bersifat selintas dalam penegakan fondasi
Islam. Mereka yang berusaha menghancurkan Islam dengan pedang, akhirnya punah
karena pedang juga. Kecuali ada suatu bangsa atau negara yang memaklumkan
perang terhadap umat Muslim dengan tujuan memupus Islam dari muka bumi, tidak
ada perang atau pertempuran yang dilakukan umat Muslim yang bisa disebut
sebagai Jihad. Tujuan dari umat Muslim dalam mengangkat senjata tidak pernah
untuk mengkaliskan siapa pun dari rumah atau harta benda atau pun kemerdekaan
mereka. Jihad perang hanya dibenarkan untuk membela diri guna menyelamatkan
Islam dari suatu kehancuran, menegakkan kemerdekaan berpendapat disamping juga
untuk membantu mempertahankan tempat-tempat ibadah umat agama lain dari
kerusakan atau penghinaan. Singkat kata, tujuan utama dari perang yang
dilakukan umat Muslim adalah guna menegakkan kebebasan beragama dan beribadah,
membela kehormatan diri dan kemerdekaan terhadap serangan tidak beralasan, dan
itu pun kalau ada alasan bahwa hal tersebut akan terjadi lagi.
Umat Muslim di masa awal tidak
memiliki pilihan lain kecuali berperang karena mereka terpaksa harus
melakukannya. Perang yang bersifat agresif sejak dulu mau pun kini tetap
dilarang oleh Islam. Kekuatan politis negeri-negeri Muslim tidak boleh
digunakan untuk ambisi atau pengagulan pribadi, tetapi hanya untuk perbaikan
kondisi rakyat yang miskin serta demi pengembangan perdamaian dan kemajuan.
Contoh akbar mengenai hal ini ada pada saat Rasulullah s.a.w. beserta para
pengikut beliau kembali ke Mekah dengan kemenangan. Beliau berbicara kepada
penduduk Mekah, menyampaikan:
‘Kalian telah melihat betapa
sempurnanya janji Allah. Sekarang beritahukan kepadaku hukuman apa yang pantas
dikenakan kepada kalian atas segala kekejaman dan kebengisan kalian terhadap
mereka yang kesalahannya hanyalah karena mereka telah mengajak kalian untuk
menyembah Tuhan yang Maha Esa? Mendengar itu penduduk Mekah menjawab: “Kami
ingin engkau memperlakukan kami seperti Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya
yang bersalah.” Mendengar permohonan tersebut, Rasulullah s.a.w. langsung
menjawab “Demi Allah, kalian tidak akan dihukum sekarang ini dan tidak juga
dimurkai.” (Hisham)
Al-Quran menyatakan:
‘Dan, perangilah mereka itu,
sehingga tak ada lagi fitnah dan supaya agama menjadi seutuhnya bagi Allah.
Tetapi, jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Allah swt. Maha Melihat apa-apa
yang mereka kerjakan.’ (S.8 Al-Anfal:39)
Ayat di atas menjelaskan kalau
perang hanya boleh dilanjutkan sepanjang masih ada laku aniaya dan manusia
belum bebas menganut agama yang mereka sukai. Jika musuh-musuh Islam
menghentikan perang maka umat Muslim juga harus berhenti pula.
Bangsa yang paling pantas
mendapat hukuman sesungguhnya penduduk Mekah itulah. Kalau Islam memang
disiarkan melalui tekanan senjata, maka kejadian kemenangan umat Rasulullah
s.a.w. atas Mekah merupakan saat paling tepat guna mengayunkan pedang untuk
pembalasan dan penaklukan agar orang-orang masuk ke dalam Islam. Tetapi
nyatanya tidak demikian, penduduk Mekah tunduk bukan karena pedang tetapi
karena kasih sayang. Kasih kepada diri Rasulullah s.a.w. dan kecintaan pada
ajaran Al-Quran yang mencerahkan kalbu.
Al-Quran menyatakan:
‘Tidak ada paksaan dalam agama.
Sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan. . .’ (S.2
Al-Baqarah:256)
Ayat di atas mengingatkan umat
Muslim secara jelas dan gamblang untuk tidak menggunakan kekerasan dalam
menarik non-Muslim ke dalam agama Islam. Dijelaskan juga alasannya mengapa
kekerasan itu tidak perlu digunakan yaitu karena jalan yang benar telah nyata
bedanya dari jalan kesesatan sehingga tidak ada pembenaran untuk menggunakan
kekerasan. Rasulullah s.a.w. secara tegas diingatkan Allah s.w.t. agar tidak
menggunakan kekerasan dalam upaya memperbaiki masyarakat. Status beliau
ditegaskan dalam ayat Al-Quran:
‘Maka nasihatilah, sesungguhnya
engkau hanya seorang pemberi nasihat. Engkau bukan penjaga atas mereka.’ (S.88
Al-Ghasyiyah:21-22)
Ajaibnya ayat di atas itu
diwahyukan di Mekah di masa awal himbauan Rasulullah s.a.w. dimana beliau telah
diisyaratkan akan memperoleh kekuasaan besar tetapi jangan menggunakannya untuk
memaksakan kehendak diri beliau atas orang lain. Pada intinya Rasulullah s.a.w.
tidak pernah menarik orang ke dalam agama Islam dengan kekuatan pedang tetapi
melalui laku takwa, kasih dan pengabdian beliau kepada Allah s.w.t. yang telah
menaklukkan hati para musuh sedemikian rupa sehingga mereka yang tadinya
berniat membunuhnya malah kemudian tunduk di kaki beliau dan mempertahankan
beliau dari serangan para musuh.
Pada saat haji perpisahan,
Rasulullah s.a.w. dalam penutupan Khutbah Perpisahan beliau menyatakan:
‘Seperti halnya bulan ini suci,
tanah ini tanah suci dan hari ini hari suci, demikian pula halnya Tuhan telah
menjadikan jiwa, harta benda dan kehormatan tiap-tiap orang juga suci. Merampas
jiwa seseorang atau harta bendanya atau menyerang kehormatannya adalah tidak
adil dan salah, sama halnya seperti menodai kesucian hari ini, bulan ini dan
daerah ini. Apa yang kuperintahkan pada hari ini dan di daerah ini berarti
bukan hanya untuk hari ini. Perintah-perintah ini adalah untuk sepanjang masa.
Kalian diharapkan mengingat dan bertindak sesuai dengannya sampai kalian
meninggalkan alam dunia ini dan berangkat ke alam nanti untuk menghadap
Khalik-mu.’
Sebagai penutup beliau bersabda:
‘Apa-apa yang telah kukatakan
kepada kalian, sampaikanlah ke pelosok-pelosok dunia. Mudah-mudahan mereka yang
tidak mendengarku sekarang akan mendapatkan faedah lebih daripada mereka yang
telah mendengarnya.’ (Sihah Sitta, Tabari, Hisyam dan Khamis)
Kepedulian Rasulullah s.a.w. yang
sangat atas kesejahteraan umat manusia dan penciptaan kedamaian di seluruh
dunia sungguh tidak ada batasnya. Adalah suatu tragedi bahwa dalam masa sekitar
seribu tahun terakhir ini para pemuka dan negeri Muslim, sebagian besar telah
mengabaikan hakikat ajaran Al-Quran dan Rasulullah s.a.w. semata-mata hanya
untuk pemuasan keserakahan dan nafsu kekuasaan atau mencari kekayaan. Mereka
berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekayaan duniawi dan melalui laku
lajak mereka telah menganiaya orang-orang yang tidak berdosa. Secara culas
mereka telah mengkhianati bangsanya sendiri dan sesama negeri Muslim hanya
untuk mendapatkan kekayaan moneter dan kekuasaan dari musuh-musuh Islam.
Sebagian besar dari pemuka ruhani dan duniawi telah menyesatkan bangsanya
sendiri dan membawa kebusukan dalam tubuh, fikiran dan jiwa masyarakat. Pada
masa kini, beberapa anak muda Muslim secara konyol telah ‘dicuci otaknya’
sehingga menganggap laku barbar, teror, bunuh diri dan pembunuhan yang mereka
lakukan akan menjadikan mereka mendapat derajat syuhada. Sesungguhnya mereka
ini telah membawa kebusukan ke ambang pintu agama yang katanya mereka cintai.
Nama Islam sekarang tidak lagi bernuansa kedamaian melainkan disinonimkan
dengan laku teror.
Sebagian besar negara-negara di
dunia pernah melancarkan perang politis tetapi kelihatannya hanya negeri-negeri
Muslim yang melaksanakan perang Jihad dimana mereka telah membantai satu sama
lainnya. Berkaitan dengan itu perlu kiranya disinggung juga kejadian di New
York (peristiwa 11 September) dan apa yang terjadi di Afghanistan dan Timur
Tengah dimana ‘Jihad Islam’ telah dilancarkan membabi-buta oleh
organisasi-organisasi Muslim ekstrim terhadap bangsa-bangsa non-Muslim.
Rasulullah s.a.w. ada
mengingatkan bahwa umat Muslim di akhir zaman, terutama para pemuka mereka, akan
jauh sekali dari hakikat Islam dan bahkan sebagian dari mereka akan menjadi
seburuk-buruknya mahluk. Para pemuka ini akan menyesatkan para muda-mudi Muslim
yang sebenarnya memiliki intelegensi cukup. Para pemuka ini mendidik dan
mengindoktrinasi mereka bahwa jika mereka menyerahkan nyawa dalam apa yang
mereka katakan sebagai jalan Islam, maka mereka ini akan langsung masuk surga
sebagai suhada. Betapa bohongnya mereka itu dan betapa menipunya. Mestinya umat
Islam bertanya kepada para pemuka itu “Atas kewenangan siapa kalian ini membuat
pernyataan seperti itu?” Wahai muda-mudi Muslim yang diperintahkan melakukan
tindakan mengerikan demikian, kalau seperti kata mereka itu bahwa kalian akan
jadi suhada dan masuk surga, katakanlah kepada mereka silakan tunjukkan
teladannya dengan melakukannya sendiri. Tanyakan kepada mereka itu ‘Mengapakah
kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan?’ (S.61 Ash-Shaf: 2)
Laku demikian sama sekali tidak
bisa disebut sebagai suatu amal saleh, bahkan lebih merupakan pencemaran nama
Islam serta pendurhakaan terhadap firman Tuhan. Al-Quran jelas menyatakan:
‘Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan harta bendamu antara sesamamu dengan jalan batil,
kecuali yang kamu dapatkan dengan perniagaan berdasar kerelaan di antara
sesamamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
terhadapmu.’ (S.4 An-Nisa: 29)
Kata-kata ‘janganlah kamu
membunuh dirimu’ melarang keras tindakan bunuh diri. Disamping itu apakah
mungkin laku pembunuhan orang-orang tidak berdosa dianggap sebagai amal saleh
yang akan memberikan izin seorang Muslim masuk pintu surga? Yang pasti adalah
membuka jalan ke pintu neraka! Abu Zaid bin Thabit bin Dhahak meriwayatkan
bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
‘Barangsiapa yang bersumpah palsu
dan tidak mengatakan keadaan yang sebenarnya, sesungguhnya ia bukan dari
pengikut Islam sebagaimana ia menganggap dirinya. Barangsiapa yang membunuh
dirinya dengan sebuah alat maka ia akan disiksa dengan alat itu pada Hari
Penghisaban. Seseorang tidak boleh bersumpah tentang sesuatu yang bukan haknya.
Mengutuk seorang mukminin sama saja dengan membunuhnya.’ (Bukhari, Kitab Adab,
bab Memanggil dengan nama buruk dan mengutuk)
Dengan demikian para pria dan
wanita yang menyebut dirinya Muslim yang berencana membunuh dirinya atau
mengajak orang lain untuk bunuh diri dengan menggunakan bom sehingga
menyebabkan matinya orang-orang yang tidak berdosa, perhatikanlah ayat Al-Quran
dan Hadith dari Penghulu kalian. Bukan derajat suhada yang akan kalian peroleh
tetapi neraka jahanam.
Terorisme di abad modern ini sama
sekali bertentangan dengan visi dan penafsiran tentang hakikat Jihad Islamiah.
Perang politis tidak bisa disebut sebagai Jihad. Teriakan Jihad terdengar
berulang-ulang dan dari berbagai penjuru. Namun apa sebenarnya makna Jihad yang
dimaksud Allah s.w.t. dan Rasul-Nya? Apa yang menjadi Jihad di masa kini yang
patut kita ikuti? Al-Quran mengemukakan Jihad lain yang disebut sebagai Jihad
Akbar sebagai:
‘Janganlah mengikuti orang-orang
kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran ini dengan jihad yang
besar.’ (S.25 Al-Furqan:52)
Jihad akbar dan hakiki menurut
ayat ini adalah melaksanakan dan mengajarkan isi Al-Quran.Sekarang ini bukan
lagi masanya menghunus pedang tetapi saatnya menggunakan hujjah. Apa yang
dimaksud dengan hal ini dan bagaimana caranya kita harus masuk dalam medan laga
agar manusia menyadari keindahan Islam dan ajarannya? Salah satu jawabannya
adalah dengan memahami makna dari Jihad Fiallah atau Jihad Akbar yaitu Jihad
terhadap nafsu dan kecenderungan buruk dalam diri kita, khususnya perjuangan
kita melawan Syaitan. Inilah yang dimaksud dengan Jihad hakiki, Jihad
individual guna memperbaiki diri menjadi saleh dan hamba Allah serta merobah
Syaitan-syaitan dalam diri kita menjadi Muslim yang muttaqi agar kita bisa
menarik orang lain ke dalam agama Islam. Al-Quran menyatakan:
‘Barangsiapa berjuang maka ia
berjuang untuk dirinya pribadi, sesungguhnya Allah Maha Kaya, bebas dari
sekalian mahluk-Nya.’ (S.29 Al-Ankabut:6)
Ayat ini menggambarkan apa yang
dimaksud sesungguhnya dengan seorang Mujahid, yaitu orang yang berjuang di
jalan Allah. Wawasan agung dan luhur yang dilaksanakan secara konsisten dan
konstan dalam praktek aktual itulah yang dimaksud sebagai Jihad dalam
terminologi Islam, sedangkan orang yang melaksanakan dan mengamalkannya disebut
sebagai Muhajid. Kita ini harus menjadi teladan yang sempurna dari ajaran Islam
dan untuk itu kita harus memahami ajaran Al-Quran serta sunah Rasul. Rasulullah
s.a.w. menyatakan bahwa sebaik-baik pernyataan dari keimanan yang hakiki adalah
orang lain selalu terpelihara dan hidup damai karena perlindungan kita. Islam
disebut agama yang terbaik ialah jika semua orang aman dari kita dan kita tidak
pernah mencederai mereka baik dengan tangan atau pun lidah (Bukhari, Kitabul
Iman).
Hadith itu merupakan kesimpulan
dan teladan sempurna untuk kehidupan kita di dalam masyarakat. Wajib bagi
setiap Muslim bahwa perilakunya harus menjadi teladan dan tidak ada siapa pun
yang akan dirugikan dengan cara apa pun. Hal ini menjadi bagian dari keimanan
dan senyatanya menjadi dasar dalam hubungan kita dengan Allah s.w.t.. Sebagai
seorang mukminin sejati, kita tahu bahwa tujuan utama dalam kehidupan ini
adalah mendekati Allah s.w.t.. Hidup ini singkat sekali dan sebelum kita
sadari, separuh usia sudah lewat dengan cepatnya. Kita mengetahui dari Al-Quran
bahwa hubungan seperti itu bisa diciptakan, namun juga dinyatakan bahwa kita
harus berjuang mencarinya. Jika kita perhatikan kehidupan duniawi, kita bisa
melihat upaya perjuangan seperti apa yang harus dilakukan guna mencapai
keberhasilan. Cara yang sama dengan berjuang di jalan Allah akan menuntun kita
pada pertemuan dengan Wujud-Nya.
Semestinya kita menilik ke dalam
batin sendiri dan melihat berapa banyaknya waktu dan upaya yang dikeluarkan
bagi keruhanian setiap harinya. Apakah ada kita berupaya setengah atau bahkan
seperempat dari tenaga dan waktu yang dikeluarkan untuk dunia? Apakah hati kita
sesungguhnya mendambakan kasih Allah sebagaimana halnya mendambakan kemewahan
dunia? Apakah ada kita menghabiskan waktu yang banyak untuk berdoa, membaca
Al-Quran, membelanjakan harta dan waktu di jalan Allah? Apakah hati kita ada
menangis melihat penderitaan saudara-saudara kita dan apakah ada kita berupaya
datang kepada mereka dengan tulus hati menyampaikan pesan Ilahi? Adakah kita
mematuhi sepenuhnya ketentuan dan peraturan dalam Kitabullah, karena
sesungguhnya tidak ada petunjuk yang lebih baik daripadanya. Semua ketentuan
dan peraturan tersebut adalah bagi kemaslahatan kita sendiri. Siapa yang
mengetahui jalan Allah yang terbaik kecuali Allah sendiri? Kita semestinya
mematuhi kaidah Ilahi guna memastikan bahwa kita terpelihara dari pengaruh
jahat internal mau pun eksternal diri kita serta mencerahkan perjalanan ruhani.
Semua itu memerlukan perubahan dalam kebiasaan dan gaya hidup yang selama ini
dianut. Fikiran dan pandangan perlu diubah dan dimodifikasi. Upaya demikian
adalah berat dan melelahkan tetapi semua perjuangan memang berat dan
menyakitkan adanya.
Orang-orang yang hidup
berdasarkan pedoman Tuhan dan selalu berjuang di jalan-Nya maka mereka menjadi
teladan hidup dari hamba-hamba Allah. Mereka kelihatan menonjol dibanding
lingkungannya. Ada perubahan sempurna dalam internal dan eksternal pribadi
mereka sehingga orang-orang lain akan terpana dan menghormati mereka karena
adanya nur Ilahi yang bersinar dari wajah mereka. Mereka itu senyatanya menjadi
bukti hidup dari ayat Al-Quran bahwa:
‘Dan tentang orang-orang yang
berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk
kepada mereka pada jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
berbuat kebajikan.’ (S.29 Al-Ankabut:70)
Kata Jihad itu mencakup
keseluruhan aktivitas positif yang harus dilakukan seorang Muslim dan kita
semua harus berlaku sebagai Mujahid yang secara istiqomah memperbaiki diri.
Berjuang demi Allah membutuhkan tekad bulat dan keteguhan hati, dimana hal ini
tidak mungkin bisa dicapai tanpa keimanan, pemahaman dan keyakinan yang hakiki
kepada Wujud Maha Agung yang Maha Kuasa serta kepastian adanya kehidupan
setelah kematian. Jika seorang Muslim meyakini bahwa keimanannya itu benar
adanya, agama yang dianutnya itu juga benar maka ia tidak perlu takut kepada
orang-orang yang berusaha menariknya keluar dari keimanan demikian. Sebaliknya,
ia harus menerima mereka di rumahnya dengan senang hati dan melalui amal dan
kata yang saleh, insya Allah, bisa menarik mereka ke dalam agamanya.
Sebelum masuk menjadi Muslim
Ahmadiyah sekitar 14 tahun yang lalu, saya selalu berusaha selama hampir dua
tahun untuk menarik seorang teman Ahmadi ke dalam agama Kristen. Teman ini sama
sekali tidak mengambil sikap permusuhan, malah ia banyak mengajarkan kepada
saya kebenaran agamanya dalam kata dan amal perbuatan, sehingga akhirnya tidak
saja saya malah jatuh cinta kepada agama Islam, bahkan aku mencintai teman ini
sebagaimana seseorang mencintai saudara kandungnya sendiri. Ia selalu
menempatkan agama dan kewajiban agama di muka segalanya, bahkan kepentingan
keluarganya sendiri. Melalui kata-kata dan amalnya yang saleh serta mengikuti
teladan Rasulullah s.a.w. ia ini tidak saja berhasil menyeru saya tetapi juga
banyak orang Inggris lainnya ke dalam Islam yang hakiki. Ia melaksanakan Jihad
hakiki, tidak dengan kekerasan tetapi dengan ajakan yang lembut. Ia banyak
mengalami rintangan namun kesabaran dan sifat istiqomahnya, terlebih lagi
kecintaannya kepada sang Khalik, telah menjadikan dirinya sebagai penyeru kepada
Allah yang paling berhasil.
Pedih hati ini menyaksikan laku
ketidakadilan yang ditimpakan bangsa-bangsa Barat terhadap umat dan
negeri-negeri Muslim. Tetapi lebih menyedihkan lagi menyaksikan tindakan
orang-orang yang menyebut dirinya Muslim yang mencanangkan Jihad terhadap siapa
pun yang tidak sependapat dengan penafsiran mereka tentang ajaran Islam dimana
mereka melakukan tindak kekejaman yang memalukan atas nama Islam. Bagaimana
bisa mereka menarik minat orang lain kepada agama Islam?
Betapa menyedihkan dan memalukan
bahwa seorang yang asing sama sekali dan tidak pernah merugikan kita dan sedang
menjalankan perintah kedinasannya, lalu ditembak mati tanpa alasan sehingga
isterinya menjadi janda, anak-anaknya menjadi yatim serta tempat tinggalnya
menjadi rumah berkabung. Hadith mana dan ayat Al-Quran mana yang memerintahkan
tindak laku yang keji seperti itu? Apakah ada seorang saja ulama yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan
ini? Umat awam yang tidak berpengetahuan, begitu mendengar kata Jihad lalu
menjadikannya sebagai pembenaran untuk memenuhi nafsu pribadi mereka sendiri